MAKALAH REVISI ETIKA DAN ESTESTIKA DALAM WAYANG (KISAH PERANG BHARATAYUDA) Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Ilmu Dosen Pengampu : Prof. Dr. Kasidi Hadiprayitno, M. Hum. Dr. Hari Bakti Mardikantoro, M. Hum. Oleh: Arum Ratnaningsih (0103513110) Ana Solikha (0103513024) Tyasmiarni Citrawati (0103513139) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR KONSENTRASI BAHASA INDONESIA PROGRAM Ti Wikipédia Sunda, énsiklopédi bébas. Ilustrasi waktu perang di Kurusétra dina buku Mahabarata. Kurusétra, patempatan Baratayuda lumangsung. Baratayuda (basa Sansakerta: भारतयुद्ध; Bhāratayuddha) nyaéta perang rongkah antara dua pihak turunan Barata nyaéta para Pandawa jeung para Kurawa di médan Kuru atawa Kurusétra. Penerbit PN Balai Pustaka pada tahun 1931 pernah pula menerbitkan ringkasan Serat Centhini, yang dibuat oleh R.M.A. Sumahatmaka, berdasarkan naskah milik Reksapustaka istana Mangkunegaran. Ringkasan tersebut telah dialihaksarakan dan diterjemahkan secara bebas dalam bentuk cerita, yang diharapkan pembuatnya dapat mudah dipahami oleh masyarakat Adiparwa versi Jawa Kuno yang dicetak ulang oleh Phalgunadi dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1990. Sebagaimana kisah induknya, Mahabharata, kitab Adiparwa ini semula dituliskan dalam bahasa Sanskerta dan dianggap sebagai cerita suci bagi pemeluk agama Hindu. Tetapi setelah berkembang di Jawa tidak sama proses seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Jawa, ke dalam bahasa Jawa kuno. Dan, tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh punokawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Salah satu karya sastra India yang digubah ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan bahkan disesuaikan kepada latar budaya Jawa adalah epos Ramayana. Di Jawa, cerita ini digubah pujangga Jawa menjadi bentuk kakawin dan ditulis dalam bahasa Kawi maupun Jawa Baru. Cerita ini biasanya ditampilkan dalam seni wayang, sendratari, bahkan dipahatkan dalam .

cerita baratayuda dalam bahasa jawa